Selasa, 25 Februari 2014

PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI TURKI USMANI



PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI TURKI USMANI
Dinasti Turki Usmani merupakan kekhalifahan yang cukup besar dalam Islam dan memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa. Bangsa Turki memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam. Peran yang menonjol terlihat dalam birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk para khalifah Bani Abbasiyah. Kemudian mereka sendiri membangun kekuasaan yang sekalipun independen, tetapi masih tetap mengaku loyal kepada khalifah Bani Abbasiyah. Hal tesebut ditunjukan dengan munculnya Bani Saljuk (1038-1194 M).
Independensi dari khalifah Abbasiyah mulai ditunjukkan secara lebih jelas oleh Dinasti Danisymandiyah (1671-1177 M) dan Qaramaniyah (1256-1483 M). Setelah hancurnya Baghdad di tangan bangsa Mongol, orang-orang Turki semakin mempertegas kemandirian mereka dalam membangun kekuasaannya sendiri, seperti yang dilakukan oleh Turki Usmani (1281-1924 M). Bahkan pengaruh dinasti tersebut menjangkau wilayah yang sangat luas, termasuk Eropa Timur, Asia Kecil, Asia Tengah, Timur Tengah, Mesir dan Afrika Utara.
Munculnya dinasti Usmani di Turki terjadi pada saat dunia Islam mengalami fragmentasi kekuasaan pada periode kedua dari pemerintahan Abbasiyah (kira-kira abad ke-9). Sebelum itu, sekalipun telah ada kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia (755-1031 M) dan Bani Idris di bagian barat Afrika Utara (788-974 M), fregmentasi itu semakin menjadi sejak abad ke-9. Pada abad itu muncul berbagai dinasti seperti Bani Aghlab di Kairawan (800-909 M), Bani Thulun di Mesir (858-905 M), Bani Saman di Bukhara (874-1001 M) dan Bani Buwaih di Baghdad dan Syiraz (932-1000 M).
Kerajaan Usmani (Ottoman) berkuasa secara meluas di Asia Kecil sejak munculnya pembina dinasti ini yaitu Ottoman, pada tahun 1306 M. Golongan Ottoman mengambil nama mereka dari Usmani I (1290-1326 M), pendiri kerajaan ini dan keturunannya berkuasa sampai 1922.
Diantara negara muslim, Turki Usmani yang dapat mendirikan kerajaan yang paling besar serta paling lama berkuasa. Pada masa Sultan Usman, orang Turki bukan hanya merebut negara-negara Arab, tetapi juga seluruh daerah antara Kaukasus dan kota Wina. Dari Istambul ibu kota kerajaan itu, mereka menguasai daerah-daerah di sekitar Laut tengah dan berabad-abad lamanya, Turki merupakan faktor penting dalam perhitungan ahli-ahli politik di Eropa Barat.
Dinasti Turki Usmani merupakan kekhalifahan Islam yang mempunyai pengaruh besar dalam peradaban di dunia Islam.

A.    SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN USMANI
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turikistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.
Di bawah tekanan serangan Mongol pada abad ke-13, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Saljuk, di dataran tinggi Asia Kecil.
Di bawah pimpinan Ertoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.
Tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmani kemudian menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, kerajaan Usmani dinyatakan berdiri.
Penguasa pertama adalah Usman yang disebut juga dengan Usman I. Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (Raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M) setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan Turki Usmani.
Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M) Turki Usmani dapat menaklukkan Azumia (1327 M), Tasasyani (1330 M), Uskandar (1328 M), Ankara (1354 M), Gallipoli (1356 M). Daerah ini adalah bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani.
Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukan Adrianopel, Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, raja Honggaria. Namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M) pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang sangat gemilang bagi umat Islam.
Turki Usmani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat menaklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel. Sultan Muhammad II yang dikenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih (1451-1484 M)inopel pada tahun 1453 M.
Ibu kota Bizantium itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah Turki Usmani pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, sang penakluk. Telah berulang kali pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng di kota tua itu.
Dengan terbukanya kota Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat kerajaan Bizantium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Usmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Usmani karena ekspansi Turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini, bahkan sampai ke pintu gerbang kota Wina, Austria.
Akan tetapi, ketika Sultan Salim I (1512-1520 M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syiria dan diansti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Salim ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Sulaiman berhasil menundukan Irak, Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budhapest dan Yaman. Dengaan demikian, luas wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanun demikian, luas wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika, Bulgaria, Ya, Tunis dan Aljazair di Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa.
Setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putra-putranya yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai negara yang kuat, terutama dalam bidang militer.
Kerajaan Turki Usmani yang memerintah hampir tujuh abad lamanya (1299-1294 M), diperintah oleh 38 Sultan.
Kerajaan Turki Usmani dialami pada abad ke-16, ketika Dinasti Turki Usmani mencapai kejayaannya sehingga daerah kekuasaannya itu membentang dari Selat Persia di Asia sampai ke pintu gerbang kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat. Penduduk dinasti Tuurki Usmani terdiri dari bangsa Eropa yang berasal dari Hongaria dan bahkan yang beragama Nasrani dan mereka ini pula yang melanjutkan pengaruh barat menjangkit kepada minoritas Turki yang ada di tempat itu.
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Turki Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan dalam berbagai bidnag kehidupan, termasuk dalam aspek peradabannya.

B.     PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL
Konstantinopel adalah ibu kota Bizantium dan merupakan pusat agama Kristen. Ibu kota Bizantium itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah Turki Usmani pada masa pemerintahan Turki Usmani pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih artinya sang penakluk. Telah berkali-kali pasukan kaum muslimim sejak masa dinasti Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng-benteng di kota tua itu. Baru pada tahun 1453 kota itu dapat ditundukkan.
Sultan mempersiapkan penaklukkan terhadap kota Konstantinopel dengan penuh keseriusan. Dipelajari penyebab kegagalan dalam penaklukkan-penaklukkan sebelumnya. Sultan tidak mau lagi kalah sebagaimana para pendahulunya. Ia terlebih dahulu membereskan wilayah-wilayah yang membangkang di Asia Kecil. Datanglah kesempatan yang dinanti-nanti, yakni ketika Kaisar Konstantinopel IX mengancam Sultan untuk membayar pajak yang tinggi kepada pihaknya, dan jika tidak tunduk pada perintah tersebut, maka akan diganggu kedudukannya dengan menundukkan Orkhan, salah seorang cucu Sulaiman. Ancaman tersebut dihadapi dengan kebulatan tekad, yakni dengan membuat benteng-benteng itu di bangun untuk melindungi dan mengawasi rakyatnya yang lalu lalang ke Eropa melalui wilayah Bosporus itu.
Konstantinopel akhirnya dapat dikepung dari segala penjuru oleh pasukan Sultan Muhammad II yang berjumlah kira-kira 250.000 di bawah pimpinan Sultan sendiri. Kaisar Bizantium meminta bantuan kepada Paus di Roma dan raja-raja Kristen di Eropa, tetapi tanpa hasil, bahkan ia di cemooh oleh rakyatnya sendiri karena merendahkan martabatnya. Raja-raja di Eropa juga tidak ingin membantunya karena mereka masih dalam perselisihan yang belum terselesaikan. Hanya pasukan Vinicia yang ingin membantu karena memiliki kepentingan dagang di wilayah Usmani. Tentara Vinicia itu merintangi kapal-kapal Usmani dengan merentangkan rantai besar di selat Busporus. Sultan tidak kehilangan akal, dinaikkanlah kapal-kapal itu di daratan dengan menggunakan balok-balok kayu untuk landasannya dan berhasil memindahkannya ke sisi barat kota. Maka terperanjatlah pasukan Bizantium dengan strategi Sultan yang telah mengepung kota selama 53 hari. Dalam masa itu, meriam-meriam Turki di muntahkan ke arah kota dan menghancurkan benteng-benteng dan dinding-dindingnya sehingga menyerahlah Konstantinopel pada tanggal 28 Mei 1453.
Dalam pertempuran itu Kaisar mati terbunuh dan Konstantinopel jatuh ke tangan Usmani. Sultan Muhammad II memasuki kota kemudian mengganti nama Konstantinopel menjadi Istambul, dan menjadikannya sebagai ibu kota. Sultan mengubah gereja Aya Sophia menjadi masjid dan disamping itu, ia membangun masjid dengan nama masjid Muhammad sebagai peringatan bagi keberhasilannya dalam menundukkan kota itu.
Dengan jatuhnya Konstantinopel, pengaruhnya sangat besar bagi Turki Usmani. Konstantinopel adalah kota pusat kerajaan Bizantium yang menyimpan banyak ilmu pengatahuan dan menjadi pusat agama Kristen Ortodoks. Kesemuanya itu diwariskan kepada Usmani. Dari segi letak kota itu sangat  strategis karena menghubungkan dua benua secara langsung, Eropa dan Asia. Penaklukan kota ita itu memudahkan mobilisasi pasukan dari Anatolia ke Eropa.
Walaupun para Sultan Usmani setelah Sulaiman yang Agung pada umumnya lemah, tetapi serangan terhadap Eropa masih berlangsung terutama untuk menaklukkan kota Wina di Austria. Kota Wina itudikepung berkali-kali, tetapi tidak dapat ditaklukkan. Yang akhir kali kota Wina di Austria itu dikepunga oleh pasukan Usmani pada tahun 1683, namun tanpa hasil yang memuaskan.

C.    PERADABAN ISLAM DI TURKI
Sejak masa Usmani bin Arthagol (1299-1326 M) yang dianggap pembina pertama kerajaan Turki Usmani ini dengan nama imperium Ottoman, timbullah kemajuan dalam berbagai bidang agama Islam. Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi agama Islam ke Eropa. Kemajuan lainnya antara lain dalam bidang militer dan pemerintahan, bidang militer dan pemerintahan, bidang ilmu pengetahuan dan budaya serta dalam bidang keagamaan. Dalam perkembangannya Turki cukup berpengaruh dalam bidang peradaban Islam dengan corak peradaban yang khas. Pengaruh budaya tersebut sampai ke berbagaai wilayah Turki Usmani yang wilayahnya begitu luas dalam dunia Islam.

1.      Bidang Pemerintahan dan Militer
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan kerajaan Usmani sehingga mencapai masa keemasannya itu, bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting di antaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan saja.
Kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Pengorganisasian yang baik dan strategis tempur militer Usmani berlangsung dengan baik. Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan sangat berarti bagi pembaruan militer Turki. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukan sebagaai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masil kecil disarankan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.
Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer yang disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat  mengubah kerajaan Usmani menjadi mesin perang yang paling mengubah kerajaan Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri nonmuslim di timur yang berhasil dengan sukses.
Disamping Yenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintahan pusat. Pasikan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena memiliki peran yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat luas, baik di Asia, Afrika, maupun di Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan militer ini adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Keberhasilan ekspansi tersebut di barengi dengan terciptanya jaringan pemerintah yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Dibawahnya terdapa beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negera, di masa Sultan Sulaiman I di susun sebuah kitab undang-undang (Qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya di tambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni.
Kemajuan dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa dinasti Turki Usmani mampu membawa Turki Usmani menjadi sebuah negara cukup disegani pada masa kejayaannya.

2.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Peradaban Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam peradaban, diantaranya adalah peradaban Persia, Bizantium dan Arab. Dari peradaban Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan ilmuan mereka terima dari orang-orang Turki Usmani yang dikenal bangsa yang senang dan mudah berasimilasi yang dikenal dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan dari luar.
Sebagai bangsa berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tampak tidak begitu menonjol. Karena itulah dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani.
3.      Bidang Kebudayaan
Dinasti Usmani di Turki, telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup maju pada zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki Usmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17 dan 18.
Antara lain abad ke-17, muncul penyair yang terkenal yaitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat dihati para Sultan.
Diantara Penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana Usmani adalah Yusuf Nabi (1642-1712 M), ia muncul sebagai juru tulis bagi Musahif  Mustafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu agama. Yusuf Nabi menunjukan pengetahuannya yang luar biasa dalam puisinya. Menyentuh hampir semua persoalan-agama, filsafat, roman, cinta, anggur dan mistisisme- ia juga membahas biografi, sejarah, bentuk prosa, geografi dan rekaman perjalanan.
Dalam bidang sastra prosa kerajaan Usmani melahirkan dua tokoh terkemukan yaitu Ktip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari semua penulis adalah Haji Halife (1609-1657 M). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf Az-Znun fi Asmai Al-Kutub wa Al-Funun, sebuah presentasi biografi penulis-penulis penting di berbahasa Turki, Persia dan Arab, ia pun menulis buku-buku yang lain.
Salah seorang penyair diwan yang paling terkenal adalah Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799 M). Adapun di bidang pengembangan seni arsitektur islam, pengaruh Turki sangat dominan misalnya bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti masjid Al-Muhammadi atau masjid Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid Agung Sultan Sulaiman dan masjid Aya Shopia yang berasal dari sebuah gereja.
Pada masa Sultan Sulaiman, di kota-kota besar dan lainnya banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, jembatan, saluran air, villa dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu di bangun di bawah koordinator Sinan, seoarDisebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu di bangun di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
Dalam hal pembangunan dan seni arsitek, Turki Usmani telah menghasilkan keindahan-keindahan yang tinggi nilainya dan bercorak khusus, sehingga membedakan dengan peradaban dan kebudayaan daulah Islam lainnya.
4.      Bidang Keagamaan
Dalam tradisi masyarakat Turki, agama merupakan sebuah faktor penting dalam transformasi sosial dan politik seluruh masyarakat. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Ulama memiliki peranan penting dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan.
Kehidupan keagamaan pada masyarakat Turki Usmani mengalami kemajuan, termasuk dalam hal ini adalah kehidupan tarekat. Tarekat yang berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianutoleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi memiliki pengaruh yang sangat dominan di kalangan Yenisseri, sehingga mereka sering disebuttetara Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Yenisseri Bektasyi.
Kajian mengenai ilmu-ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abdul Hamid misalnya, begitu fanatik terhadap aliran Al-Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan aliran lain. Sultan memerintahkan kepada Syaikh Husein Al-Jisr Ath-Tharablusi menulis kitab Al-Husun Al-Hamidiyah (benteng pertahanan Abdul Hamid), yang mengupas tentang masalah ilmu kalam, untuk melestarikan aliran yang dianutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-kayUlama hanya menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya klasik.
Bagaimanapun, kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi, kerana dalam bidang peradaban dan kebudayaan di bawah kemajuan politik, maka negeri-negeri yang sudah ditaklukkan itu akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat dan perjalanan dakwah belum berhasil dengan maksimal.
D.    KEMUNDURAN TURKI USMANI
Setelah Sulatn Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memulai memasuki fase kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Sultan Salim II (1566-1573 M). Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang berdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus dang sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol.
Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini, Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
Pada masa Sultan Murad III (1574-1595 M) kerejaan Usmani pernah berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, ibu kota kerajaan Safawi, menundukan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.
Namun, karena kehidupan moral Sultan yang tidak baik menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh para Sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III (1595-1603 M). Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul kerajaan Usmani.
Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M) situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (1817-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam, mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M).
Pada masa Sultan Ibrahim (1640-1648 M) berkuasa, orang-orang Vinetia melakukan peperangan laut melawan dan mengusir orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Pada tahun 1699 M terjadi Perjanjian Karlowith yang memaksa Sultan untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsbrug. Dan Hemenietz, Podolia, Ukraina, Morea dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Vinetia.
Pada tahun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada kerajaanUsmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang segera mengkonsolidasi kekuatannya.
Pengganti Sultan Mustafa III adalah Sultan Abdul Hamid (1774-1789 M) seorang Sultan yang lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II dari Rusia yang diberi nama Perjanjian Kinarja di Kutcuk Kinarja. Isi perjanjian itu antara lain:
1)      Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan laut Hitam dengan laut Putih.
2)      Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di kerajaan Usmani pada akhir-akhir keberadaan dinasti Turki Usmani. Akhirnya satu per satu negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bahkan beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak. Di Mesir dinasti Mamalik akhirnya melepaskan diri di bawah Ali Bey tahun 1770 M. Di lebanon dan Syiria, Fakhruddin seorang pemimpin Druze, berhasil menguasai Palestina, dan tahun 1610 M merampas Ba’albak dan mengancam Damaskus. Di Persia kerajaan Safawi juga mengadakan perlawanan terhadap Usmani. Dan Arabia juga bangkit melepaskan diri dari Usmani dengan aliansi antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan penguasa lokal Ibnu Sa’ud pada awal paruh kedua abad ke-18 M.
Dengan demikian, pemberontakan-pemerontakan yang terjadi di kerajaan Usmani ketika ia sedang mengalami kemunduran, bukan hanya terjadi di daerah-daerah yang tidak beragama Islam seperti di wilayah Eropa Timur, tetapi juga terjadi di daerah-daerah yang berpenduduk muslim.
Gerakan-gerakan sparatisme terus berlanjut hingga pada abad ke-19 dan 20. Ditambah dengan munculnya gerakan modernisasi politik di pusat pemerintahan, kerajaan Usmani akhirnya berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924 M, dan mengangkat Mustafa Kamal Ataturk sebagai presiden pertama di Republik Turki. Dalam percaturan politik selanjutnya Turki tidak begitu memiliki pengaruh yang dominan bahkan orang Eropa menyebutnya The sick man of the Europa (si sakit  yang ada di Eropa).
Menurut Dr. Badri Yatim, M.A. bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mengalami kemunduran adalah sebagai berikut.
1)      Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang sangat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus-menerus dengan berbagai bangsa.

2)      Heteroginitas penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang sangat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika. Bulgaria, Yunani Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragama, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragama dan tersebar di wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang teratur.

3)      Kelemahan para penguasa
Sepeningggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Usmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi parah.

4)      Budaya korupsi
Korupsi merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam kerajaan Usmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut. Budaya korupsi ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pemerintahan semakin rapuh.

5)      Pemberontakan tentara Yenisseri
Kemajuan ekspansi kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Yenisseri. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Yenisseri terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M.



6)      Merosotnya perekonomian
Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang, semetara belanja negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang.

7)      Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.

Karena faktor-faktor tersebut, Turki Usmani menjadi lemah dan kemudian mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan kerajaan Usmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.


1 komentar:

  1. disini tidak dijelaskan wilwyah penyebaran islam masa bani usmani secara rinci

    BalasHapus